Sabtu, 26 Maret 2016

Sebuah Renungan dari Rhenald Kasali

Kamis, 24 Maret 2016

KISAH HIKMAH 2

Suatu ketika...                                                                                                Seekor anak katak ketakutan saat langit tiba2 gelap.
"Bu, apa kita akan binasa? Kenapa langit tiba2 gelap?",
ucapnya sambil berpegang erat pd induknya.
Sang ibu menjwb dgn senyum: "Anakku, itu bukan pertanda kebinasaan kita. Justru, itu pertanda baik", jelas induk katak. Dan anak katak itu pun mulai tenang.
Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Tiba2 angin bertiup kencang...
Lagi2, suatu pemandangan menakutkan buat si katak kecil. "Ibu, itu apa lagi? Apa itu yg kita tunggu? " tanya si anak sambil bersembunyi.
"Anakku. Itu cuma angin, Itu juga pertanda kalau yg kita tunggu pasti datang!" tambah-nya dgn tenang. Blarrr.........!!!
suara petir me-nyambar2, Kilatan cahaya putih menjadikan suasana begitu menakutkan...

"Sabar, anakku. Itu cuma petir. Itu tanda ketiga kalau yg kita tunggu tak lama lagi datang! Keluarlah. Pandangi tanda2 yg tampak menakutkan itu. Bersyukurlah, krn hujan tak lama lagi datang," ungkap sang induk dgn tenang.
Anak katak itupun keluar dari balik tubuh induknya. Ia mendongak, memandangi langit yg hitam, angin yg me-liuk2, & sambaran petir yg begitu menyilaukan....
Tiba2, ia berteriak keras2: "Ibu,hujan datang! Horee!"
Sahabat..
ANUGRAH hidup kadang tampil melalui cara yg tidak diingin-kan. Ia tidak datang diiringi dgn tiupan seruling merdu.Tidak diantar oleh dayang2 rupawan...
Tak disegarkan dgn wewangian...
Dan saat itulah, tidak sedikit manusia yg akhirnya di permain-kan keadaan. Persis spt anak katak yg sangat ketakutan saat langit hitam, angin yg bertiup kencang, & kilatan petir yg menyilaukan. Padahal, itulah sebenarnya tanda2 hujan. Tanda2 di turunkan sgala kelimpahan.
"Jangan takut melangkah, jangan sembunyi dari kenyataan.Sabar & hadapi saja. Karena dlm kesukaran, kepanikan & kegalauan hidup, PASTI akan ADA jalan. Semua pasti akan indah pd waktunya...

Met pagi sahabat, have a nice Day

Senin, 21 Maret 2016

Bidadari Syurgaku

Istriku, aku nikahi dirimu karena aku yakin dan percaya bahwa engkau bisa menjadi penhubung antara aku dan Tuhanku. Dan aku yakin, ketika engkau menerima diri ini, engkau-pun percaya bahwa diri ini bukan hanya sekedar menjadi suami, tapi juga bisa menjadi imam yang menunjukkan jalan yang baik dunia dan akhirat.

Dalam kehidupan dunia, selalu ada cerita yang terkadang cerita itu menghenyakkan hati, dan terkadang cerita itu membuat diri ini bahagia serta gembira. Ada kalanya itu datang dari diriku, dan ada kalanya juga itu datang dari dirimu.

Tidak ada hal yang bisa menyelamatkan kita berdua, kecuali kita saling memahami, mengerti tugas dan peran kita masing-masing, sesuai dengan petunjuk Allah, bukan sesuai dengan petunjuk ego kita masing-masing.

Tak ada yang sempurna dari diri ini, dan tak ada yang sempurna dari dirimu pula.

Maka mintalah kepada Allah atas segala apa yang pernah terjadi dalam kehidupan kita. Minta, minta Allah mengajarkan kepada kita bagaimnana kita bisa mencintai kekurangan satu sama lain, bukan mencintai kelebihan satu sama lain. Karena ternyata toh kita merasakan, bahwa yang sering menjadi masalah adalah kekurangan, bukan kelebihan.

Engkau doakan saja diriku, dan akupun akan doakan dirimu. Lalu kita berdua berdoa semoga Allah subhanahu wa ta’ala menyelamatkan kita, hati kita, niat kita. Dan kita berharap bahwa kita bukan hanya bersama-sama di dunia ini, tapi juga kita akan bersama-sama di akhirat

Allah jadikan engkau bidadariku, bukan hanya bidadari dunia, tapi juga Allah jadikan engkau bidadari syurgaku.


Renungan: Bidadari Syurgaku
By : Ustad Uje

Jumat, 18 Maret 2016

KISAH HIKMAH 1

KISAH HIKMAH

Bacalah pelan-pelan kisah nyata ini.

Dari kisah nyata seorang guru.Di suatu sekolah dasar, ada seorang guru yang selalu tulus mengajar dan selalu berusaha dengan sungguh-sungguh membuat suasana kelas yang baik untuk murid-muridnya.
Ketika guru itu menjadi wali kelas 5, seorang anak–salah satu murid di kelasnya– selalu berpakaian kotor dan acak-acakan. Anak ini malas, sering terlambat dan selalu mengantuk di kelas. Ketika semua murid yang lain mengacungkan tangan untuk menjawab kuis atau mengeluarkan pendapat, anak ini tak pernah sekalipun mengacungkan tangannya.
Guru itu mencoba berusaha, tapi ternyata tak pernah bisa menyukai anak ini. Dan entah sejak kapan, guru itu pun menjadi benci dan antipati terhadap anak ini. Di raport tengah semester, guru itu pun menulis apa adanya mengenai keburukan anak ini.
Suatu hari, tanpa disengaja, guru itu melihat catatan raport anak ini pada saat kelas 1. Di sana tertulis “Ceria, menyukai teman-temannya, ramah, bisa mengikuti pelajaran dengan baik, masa depannya penuh harapan,”
“..Ini pasti salah, ini pasti catatan raport anak lain….,” pikir guru itu sambil melanjutkan melihat catatan berikutnya raport anak ini.
Di catatan raport kelas 2 tertulis, “Kadang-kadang terlambat karena harus merawat ibunya yang sakit-sakitan,”
Di kelas 3 semester awal, “Sakit ibunya nampaknya semakin parah, mungkin terlalu letih merawat, jadi sering mengantuk di kelas,”
Di kelas 3 semester akhir, “Ibunya meninggal, anak ini sangat sedih terpukul dan kehilangan harapan,”
Di catatan raport kelas 4 tertulis, “Ayahnya seperti kehilangan semangat hidup, kadang-kadang melakukan tindakan kekerasan kepada anak ini,”
Terhentak guru itu oleh rasa pilu yang tiba-tiba menyesakkan dada. Dan tanpa disadari diapun meneteskan air mata, dia mencap memberi label anak ini sebagai pemalas, padahal si anak tengah berjuang bertahan dari nestapa yang begitu dalam…
Terbukalah mata dan hati guru itu. Selesai jam sekolah, guru itu menyapa si anak: “Bu guru kerja sampai sore di sekolah, kamu juga bagaimana kalau belajar mengejar ketinggalan, kalau ada yang gak ngerti nanti Ibu ajarin,”
Untuk pertama kalinya si anak memberikan senyum di wajahnya.
Sejak saat itu, si anak belajar dengan sungguh-sungguh,
prepare dan review dia lakukan dibangkunya di kelasnya.
Guru itu merasakan kebahagian yang tak terkira ketika si anak untuk pertama kalinya mengacungkan tanganya di kelas. Kepercayaan diri si anak kini mulai tumbuh lagi.
Di Kelas 6, guru itu tidak menjadi wali kelas si anak.
Ketika kelulusan tiba, guru itu mendapat selembar kartu dari si anak, di sana tertulis. “Bu guru baik sekali seperti Bunda, Bu guru adalah guru terbaik yang pernah aku temui.”
Enam tahun kemudian, kembali guru itu mendapat sebuah kartu pos dari si anak. Di sana tertulis, “Besok hari kelulusan SMA, Saya sangat bahagia mendapat wali kelas seperti Bu Guru waktu kelas 5 SD. Karena Bu Guru lah, saya bisa kembali belajar dan bersyukur saya mendapat beasiswa sekarang untuk melanjutkan sekolah ke kedokteran.”
Sepuluh tahun berlalu, kembali guru itu mendapatkan sebuah kartu. Di sana tertulis, “Saya menjadi dokter yang mengerti rasa syukur dan mengerti rasa sakit. Saya mengerti rasa syukur karena bertemu dengan Ibu guru dan saya mengerti rasa sakit karena saya pernah dipukul ayah,”
Kartu pos itu diakhiri dengan kalimat, “Saya selalu ingat Ibu guru saya waktu kelas 5. Bu guru seperti dikirim Tuhan untuk menyelamatkan saya ketika saya sedang jatuh waktu itu. Saya sekarang sudah dewasa dan bersyukur bisa sampai menjadi seorang dokter. Tetapi guru terbaik saya adalah guru wali kelas ketika saya kelas 5 SD.”
Setahun kemudian, kartu pos yang datang adalah surat undangan, di sana tertulis satu baris,
“mohon duduk di kursi Bunda di pernikahan saya,”
Guru pun tak kuasa menahan tangis haru dan bahagia.
----------------
Kiriman dari ust.Abdul Halim hafidzahullah