Oleh Rhenald Kasali
(@Rhenald_Kasali)
Karena sharing, maka menjadi murah. Selamat datang anak-anak muda pembaharu!
Mereka memang berbeda dengan orang-orang tua yang
dibesarkan dalam peradapan memiliki. Orang-orang tua tahunya berbisnis
itu harus membeli dan menguasai. Jadinya semua mahal. Mobil harus beli
sendiri, tanah, gedung, pabrik, bahan baku, semua disatukan dengan nama
pemilik yang jelas.
Akibatnya modal jadi besar. Mau buka mal urusannya banyak.
Sedangkan generasi milenials cukup pergi ke dunia maya. Serahkan pada
pada robot (digital technology), lalu berkumpullah para pemilik barang
untuk membuka lapak di sana dan berbagi hasil.
Sama juga dengan membuka usaha transportasi. Yang mahal
hanya ide, lalu buat aplikasinya. Siapapun yang punya kendaraan bisa
bergabung, dan malam harinya kendaraan tersebut diparkir di rumah
masing-masing. Tak perlu jasa keamanan atau pol taksi.
Akibatnya wajar, kalau sebagian generasi tua gagal paham menyaksikan ulah mereka yang memurahkan segala macam harga.
Kalau ini mewabah, gila! Indonesia bakal dilanda deflasi,
bukan inflasi. Tapi kini mereka dituduh menerapkan strategi harga
predator yang bisa diperkarakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Ongkos taksi yang harusnya Rp 150.000, cuma dihargai Rp 70.000.
Kamar penginapan yang permalamnya Rp 1 Juta ditawarkan Rp 200.000. Apa betul ini persaingan tak wajar?
Belum lagi gadget, tiket, atau perabotan sehari-hari.
Milenials bukan saja pribumi di dunia digital, melainkan juga sharing
economy.
Kriminalisasi atau Legalisasi
Tapi gini ya, ini bukan prostitusi online yang bekerja
sembunyi-sembunyi. Mereka hadir terang-terangan di depan mata kita.
Bahkan kita sesekali mencicipinya. Tetapi sebagian orang sering
menyamakan mereka dengan bisnis ilegal.
Persepsi ini diperburuk oleh ketidakmengertian kita
tentang sharing economy yang gejalanya sudah marak dimana-mana. Kita
bilang mereka menerapkan strategipredatory pricing. Kita juga bilang,
aspek keamanan mereka tak terjamin.
Kedua isu itu sudah mereka diskusikan sejak 3 tahun yang
lalu. Makanya mereka mengembangkan sistem komunal dan rating. Siapapun
yang reputasinya buruk dariconsumer experience,mereka drop dari
komunitas berbagi itu. Sejarah hidup mereka di-review dari perilaku
sehari-hari di dunia maya.
Maka, bagi para orang tua, cara kerja anak-anak muda ini
sulit dipahami. Sebagian pengambil kebijakan dan para pelaku usaha lama
yang sudah terikat denganfixed cost yang besar, menuntut agar usaha
mereka dihambat. Atau kata publik, dikriminalisasi. Ditangkap, dijebak,
dibubarkan, diblokir, dan diusir dari republik ini.
Namun susahnya, duniasharing ini adalah dunia yang tak
mengenal batas-batas negara. Diusir dari sini, ia bisa dioperasikan dari
luar negeri. Di luar negri, kriminalisasi, denda dan larangan sudah
dilakukan berkali-kali, tetapi mereka kembali hidup lagi di tempat lain,
bahkan dimodali Silicon Valley.
Saya sendiri memilih jalan perubahan. Anda tak akan mungkin
melawan proses alamiah ini. Daripada terus bertengkar, lebih baik
beradaptasi.
Sejak dulu, para ahli sudah mengingatkan, teknologi baru
menuntut manusia-manusia berpikir dengan cara baru. Kata Peter Drucker,
New Technology X Old Mindset hasilnya: Fail!Gagal! Jadi teknologi baru
butuh mindset baru. Itu baru menjadi kesejahteraan.
Jadi, para pelaku usaha yang lama harus berubah seperti tukang-tukang ojek pangkalan yang kini sudah berjaket hijau atau biru.
Sebagian customermasih nyaman pakai taksi langganannya.
Tetapi pasarnya tinggal sedikit. Tak sebesar dulu lagi. Nah sebagian
lagi, harus disiapkan denganplatform baru: sharing economy. Dan ingat,
sebentar lagi pemilik-pemilik hotel pun akan berdemo dan para pekerjanya
menuntutairbnb.com,couchsurfin
Harta-harta Yang Menganggur
Problem yang muncul dari peradaban owning economy adalah
sampah menumpuk dimana-mana, karena semua manusia ingin memiliki
sendiri-sendiri. Jalanan jadi super macet di seluruh dunia, air semakin
kotor dan gap kaya-miskin begitu besar.
Semua ini disebabkan oleh tragedi kapitalisme yang
menghargai penumpukan modal, hak-hak kekayaan individu yang tak mau
berbagi secara adil dengan efek penguasaan aset-aset strategis.
Padahal dulu, orang-orang tua kita hidup dalam sistem
berbagi. Mereka hidup di kampung dan bebas melintasi tanah milik orang
lain atau tanah ulayat yang tak berpagar.
Suasananya berubah, begitu tanah-tanah itu dikuasai orang
lain yang mampu mengubah status tanahnya. Mereka tak lagi berbagi bahkan
untuk sekadar numpang lewat saja.
Peradaban owning economy membuat individu-individu tertentu
cepat mengendus harta-harta strategis, dan memagarinya, walau untuk
jangka waktu yang lama tak digunakan.
Akibatnya di abad 21 ini lebih dari 50 persen tanah-tanah
itu menganggur. Termasuk lahan-lahan pertanian yang kelak akan
dialihfungsikan. Maka ia hanya ditumbuhi ilalang dan dipagari tinggi.
Para ekonom menyebut istilahnya sebagaiunderutilized atau idle capacity.
Boros, menganggur, tak produktif.
Pabrik-pabrik, perkebunan, vila mewah, mobil-mobil keren,
semua dikuasai, tetapi belum tentu dipakai sebulan sekali oleh
pemiliknya. Menjadi rumah hantu atau pajangan tak bermanfaat. Nice to
have, only!
Sampailah muncul teknologi baru, dengan generasi perubahan.
Bagi kaum muda sharing economy dianggap sebagai penyelamat planet ini
dari keserakahan manusia. Mereka menggagas ideologi-ideologi praktis
tentang kesempatan berbagi. Setelah kewirausahaan sosial, lalu sharing
economy.
Mereka bilang, buat apa membeli yang baru, kalau
barang-barang yang lama saja masih bisa dipakai orang lain. Maka jutaan
barang-barang bekas yang ada di garasi dan gudang rumah dijual kembali
via e-Bay, OLX atau Kaskus. Gila, piringan hitam zaman dulu hidup lagi.
Velg-velg mobil yang sudah langka kini bisa ditemui.
Lalu mereka juga bilang, buat apa beli sepeda motor baru,
kalau yang ada di masyarakat bisa dijajakan oleh pemilik- pemiliknya.
Itu menjadi Gojek dan Uber.
Setelah itu kebun-kebun yang menganggur ditawarkan kepada
anak-anak muda yang mau bertani, hasilnya mereka bantu jualkan langsung
ke konsumen via igrow.com.
Lalu pemilik-pemilik rumah-rumah atau satu-dua kamar yang kosong
ditawarkan melalui . Bahkan ada tuan rumah yang menawarkan jasa plus
sebagai guide buat jalan-jalan. Persis seperti menginap di rumah paman.
Di Prancis ada komunitas yang menawarkan mesin cuci
pakaian, bahkan juga mesin cuci piring. Di Indonesia, ada yang
menawarkan jasa pijet, yang pesertanya bahkan ada lulusan D3 fisioterapi
untuk merawat pasien stroke. Prinsipnya, lebih baik jadi uang daripada
rusak tak terawat; lebih baik murah tapi terpakai penuh ketimbang
underutilized.
Ketika Sharing Economy menjadi gejala ekonomi yang marak,
maka gelombang ini akan terjadi: Deflasi karena harga-harga akan turun,
ledakan pariwisata dalam jumlah yang tak terduga karena banyak pilihan
menginap yang murah, aset-aset milik masyarakat yang mengganggur menjadi
produktif, dan kerusakan alam lebih terjaga.
Sebaliknya, ia juga menimbulkan dampak-dampak negatif:
Pengangguran bagi yang tak lolos dalam seleksi alam (persaingan)
dengan business model baru ini, kerugian-kerugian besar dari
sektor-sektor usaha konvensional yang konsumennya shifting (berpindah),
dan kriminalisasi oleh para penegak hukum atau pembuat kebijakan yang
terlambat mengatur.
Sekarang negara punya dua pilihan. Pertama, tetap hidup
dalamowning economy, dengan risiko pasar yang besar ini menjadi ilegal
economy dengan operator pengendali dari luar Indonesia.
Kedua, melegalkan sharing Economy dan mendorong pelaku-pelaku lama menyesuaikan diri.
Silahkan direnungkan!
Prof. Rhenald Kasaliadalah akademisi dan praktisi bisnis
yang juga guru besar bidang Ilmu manajemen di Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Sejumlah buku telah dituliskannya antara lain
Sembilan Fenomena Bisnis (1997), Change! (2005), Recode
8,3 GB (55%) dari kuota 15 GB telah digunakan
Aktivitas akun terakhir: 7 menit yang lalu
Detail |
Blog Tentang Pendidikan, Kedokteran dan Kesehatan, Kajian Keislaman dan Keluarga serta Pernak-Pernik Kehidupan
Sabtu, 26 Maret 2016
Sebuah Renungan dari Rhenald Kasali
Kamis, 24 Maret 2016
KISAH HIKMAH 2
Suatu ketika... Seekor anak katak ketakutan saat langit tiba2 gelap.
"Bu, apa kita akan binasa? Kenapa langit tiba2 gelap?",
ucapnya sambil berpegang erat pd induknya.
"Bu, apa kita akan binasa? Kenapa langit tiba2 gelap?",
ucapnya sambil berpegang erat pd induknya.
Sang ibu menjwb dgn senyum: "Anakku, itu bukan pertanda
kebinasaan kita. Justru, itu pertanda baik", jelas induk katak. Dan anak
katak itu pun mulai tenang.
Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Tiba2 angin bertiup kencang...
Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Tiba2 angin bertiup kencang...
Lagi2, suatu pemandangan menakutkan buat si katak kecil.
"Ibu, itu apa lagi? Apa itu yg kita tunggu? " tanya si anak sambil
bersembunyi.
"Anakku. Itu cuma angin, Itu juga pertanda kalau yg kita tunggu pasti datang!" tambah-nya dgn tenang. Blarrr.........!!!
suara petir me-nyambar2, Kilatan cahaya putih menjadikan suasana begitu menakutkan...
"Sabar, anakku. Itu cuma petir. Itu tanda ketiga kalau yg kita tunggu tak lama lagi datang! Keluarlah. Pandangi tanda2 yg tampak menakutkan itu. Bersyukurlah, krn hujan tak lama lagi datang," ungkap sang induk dgn tenang.
"Anakku. Itu cuma angin, Itu juga pertanda kalau yg kita tunggu pasti datang!" tambah-nya dgn tenang. Blarrr.........!!!
suara petir me-nyambar2, Kilatan cahaya putih menjadikan suasana begitu menakutkan...
"Sabar, anakku. Itu cuma petir. Itu tanda ketiga kalau yg kita tunggu tak lama lagi datang! Keluarlah. Pandangi tanda2 yg tampak menakutkan itu. Bersyukurlah, krn hujan tak lama lagi datang," ungkap sang induk dgn tenang.
Anak katak itupun keluar dari balik tubuh induknya. Ia
mendongak, memandangi langit yg hitam, angin yg me-liuk2, & sambaran
petir yg begitu menyilaukan....
Tiba2, ia berteriak keras2: "Ibu,hujan datang! Horee!"
Sahabat..
ANUGRAH hidup kadang tampil melalui cara yg tidak diingin-kan. Ia tidak datang diiringi dgn tiupan seruling merdu.Tidak diantar oleh dayang2 rupawan...
Tak disegarkan dgn wewangian...
ANUGRAH hidup kadang tampil melalui cara yg tidak diingin-kan. Ia tidak datang diiringi dgn tiupan seruling merdu.Tidak diantar oleh dayang2 rupawan...
Tak disegarkan dgn wewangian...
Dan saat itulah, tidak sedikit manusia yg akhirnya di
permain-kan keadaan. Persis spt anak katak yg sangat ketakutan saat
langit hitam, angin yg bertiup kencang, & kilatan petir yg
menyilaukan. Padahal, itulah sebenarnya tanda2 hujan. Tanda2 di turunkan
sgala kelimpahan.
"Jangan takut melangkah, jangan sembunyi dari kenyataan.Sabar & hadapi saja. Karena dlm kesukaran, kepanikan & kegalauan hidup, PASTI akan ADA jalan. Semua pasti akan indah pd waktunya...
Met pagi sahabat, have a nice Day
"Jangan takut melangkah, jangan sembunyi dari kenyataan.Sabar & hadapi saja. Karena dlm kesukaran, kepanikan & kegalauan hidup, PASTI akan ADA jalan. Semua pasti akan indah pd waktunya...
Met pagi sahabat, have a nice Day
Senin, 21 Maret 2016
Bidadari Syurgaku
Istriku, aku nikahi dirimu karena aku yakin dan percaya bahwa engkau bisa menjadi penhubung antara aku dan Tuhanku. Dan aku yakin, ketika engkau menerima diri ini, engkau-pun percaya bahwa diri ini bukan hanya sekedar menjadi suami, tapi juga bisa menjadi imam yang menunjukkan jalan yang baik dunia dan akhirat.
Dalam kehidupan dunia, selalu ada cerita yang terkadang cerita itu menghenyakkan hati, dan terkadang cerita itu membuat diri ini bahagia serta gembira. Ada kalanya itu datang dari diriku, dan ada kalanya juga itu datang dari dirimu.
Tidak ada hal yang bisa menyelamatkan kita berdua, kecuali kita saling memahami, mengerti tugas dan peran kita masing-masing, sesuai dengan petunjuk Allah, bukan sesuai dengan petunjuk ego kita masing-masing.
Tak ada yang sempurna dari diri ini, dan tak ada yang sempurna dari dirimu pula.
Maka mintalah kepada Allah atas segala apa yang pernah terjadi dalam kehidupan kita. Minta, minta Allah mengajarkan kepada kita bagaimnana kita bisa mencintai kekurangan satu sama lain, bukan mencintai kelebihan satu sama lain. Karena ternyata toh kita merasakan, bahwa yang sering menjadi masalah adalah kekurangan, bukan kelebihan.
Engkau doakan saja diriku, dan akupun akan doakan dirimu. Lalu kita berdua berdoa semoga Allah subhanahu wa ta’ala menyelamatkan kita, hati kita, niat kita. Dan kita berharap bahwa kita bukan hanya bersama-sama di dunia ini, tapi juga kita akan bersama-sama di akhirat
Allah jadikan engkau bidadariku, bukan hanya bidadari dunia, tapi juga Allah jadikan engkau bidadari syurgaku.
Renungan: Bidadari Syurgaku
By : Ustad Uje
Dalam kehidupan dunia, selalu ada cerita yang terkadang cerita itu menghenyakkan hati, dan terkadang cerita itu membuat diri ini bahagia serta gembira. Ada kalanya itu datang dari diriku, dan ada kalanya juga itu datang dari dirimu.
Tidak ada hal yang bisa menyelamatkan kita berdua, kecuali kita saling memahami, mengerti tugas dan peran kita masing-masing, sesuai dengan petunjuk Allah, bukan sesuai dengan petunjuk ego kita masing-masing.
Tak ada yang sempurna dari diri ini, dan tak ada yang sempurna dari dirimu pula.
Maka mintalah kepada Allah atas segala apa yang pernah terjadi dalam kehidupan kita. Minta, minta Allah mengajarkan kepada kita bagaimnana kita bisa mencintai kekurangan satu sama lain, bukan mencintai kelebihan satu sama lain. Karena ternyata toh kita merasakan, bahwa yang sering menjadi masalah adalah kekurangan, bukan kelebihan.
Engkau doakan saja diriku, dan akupun akan doakan dirimu. Lalu kita berdua berdoa semoga Allah subhanahu wa ta’ala menyelamatkan kita, hati kita, niat kita. Dan kita berharap bahwa kita bukan hanya bersama-sama di dunia ini, tapi juga kita akan bersama-sama di akhirat
Allah jadikan engkau bidadariku, bukan hanya bidadari dunia, tapi juga Allah jadikan engkau bidadari syurgaku.
Renungan: Bidadari Syurgaku
By : Ustad Uje
Jumat, 18 Maret 2016
KISAH HIKMAH 1
KISAH HIKMAH
Bacalah pelan-pelan kisah nyata ini.
Dari kisah nyata seorang guru.Di suatu sekolah dasar, ada seorang guru yang selalu tulus mengajar dan selalu berusaha dengan sungguh-sungguh membuat suasana kelas yang baik untuk murid-muridnya.
Ketika guru itu menjadi wali kelas 5, seorang anak–salah satu murid di kelasnya– selalu berpakaian kotor dan acak-acakan. Anak ini malas, sering terlambat dan selalu mengantuk di kelas. Ketika semua murid yang lain mengacungkan tangan untuk menjawab kuis atau mengeluarkan pendapat, anak ini tak pernah sekalipun mengacungkan tangannya.
Guru itu mencoba berusaha, tapi ternyata tak pernah bisa menyukai anak ini. Dan entah sejak kapan, guru itu pun menjadi benci dan antipati terhadap anak ini. Di raport tengah semester, guru itu pun menulis apa adanya mengenai keburukan anak ini.
Suatu hari, tanpa disengaja, guru itu melihat catatan raport anak ini pada saat kelas 1. Di sana tertulis “Ceria, menyukai teman-temannya, ramah, bisa mengikuti pelajaran dengan baik, masa depannya penuh harapan,”
“..Ini pasti salah, ini pasti catatan raport anak lain….,” pikir guru itu sambil melanjutkan melihat catatan berikutnya raport anak ini.
Di catatan raport kelas 2 tertulis, “Kadang-kadang terlambat karena harus merawat ibunya yang sakit-sakitan,”
Di kelas 3 semester awal, “Sakit ibunya nampaknya semakin parah, mungkin terlalu letih merawat, jadi sering mengantuk di kelas,”
Di kelas 3 semester akhir, “Ibunya meninggal, anak ini sangat sedih terpukul dan kehilangan harapan,”
Di catatan raport kelas 4 tertulis, “Ayahnya seperti kehilangan semangat hidup, kadang-kadang melakukan tindakan kekerasan kepada anak ini,”
Terhentak guru itu oleh rasa pilu yang tiba-tiba menyesakkan dada. Dan tanpa disadari diapun meneteskan air mata, dia mencap memberi label anak ini sebagai pemalas, padahal si anak tengah berjuang bertahan dari nestapa yang begitu dalam…
Terbukalah mata dan hati guru itu. Selesai jam sekolah, guru itu menyapa si anak: “Bu guru kerja sampai sore di sekolah, kamu juga bagaimana kalau belajar mengejar ketinggalan, kalau ada yang gak ngerti nanti Ibu ajarin,”
Untuk pertama kalinya si anak memberikan senyum di wajahnya.
Sejak saat itu, si anak belajar dengan sungguh-sungguh,
prepare dan review dia lakukan dibangkunya di kelasnya.
Guru itu merasakan kebahagian yang tak terkira ketika si anak untuk pertama kalinya mengacungkan tanganya di kelas. Kepercayaan diri si anak kini mulai tumbuh lagi.
Di Kelas 6, guru itu tidak menjadi wali kelas si anak.
Ketika kelulusan tiba, guru itu mendapat selembar kartu dari si anak, di sana tertulis. “Bu guru baik sekali seperti Bunda, Bu guru adalah guru terbaik yang pernah aku temui.”
Enam tahun kemudian, kembali guru itu mendapat sebuah kartu pos dari si anak. Di sana tertulis, “Besok hari kelulusan SMA, Saya sangat bahagia mendapat wali kelas seperti Bu Guru waktu kelas 5 SD. Karena Bu Guru lah, saya bisa kembali belajar dan bersyukur saya mendapat beasiswa sekarang untuk melanjutkan sekolah ke kedokteran.”
Sepuluh tahun berlalu, kembali guru itu mendapatkan sebuah kartu. Di sana tertulis, “Saya menjadi dokter yang mengerti rasa syukur dan mengerti rasa sakit. Saya mengerti rasa syukur karena bertemu dengan Ibu guru dan saya mengerti rasa sakit karena saya pernah dipukul ayah,”
Kartu pos itu diakhiri dengan kalimat, “Saya selalu ingat Ibu guru saya waktu kelas 5. Bu guru seperti dikirim Tuhan untuk menyelamatkan saya ketika saya sedang jatuh waktu itu. Saya sekarang sudah dewasa dan bersyukur bisa sampai menjadi seorang dokter. Tetapi guru terbaik saya adalah guru wali kelas ketika saya kelas 5 SD.”
Setahun kemudian, kartu pos yang datang adalah surat undangan, di sana tertulis satu baris,
“mohon duduk di kursi Bunda di pernikahan saya,”
Guru pun tak kuasa menahan tangis haru dan bahagia.
----------------
Kiriman dari ust.Abdul Halim hafidzahullah
Bacalah pelan-pelan kisah nyata ini.
Dari kisah nyata seorang guru.Di suatu sekolah dasar, ada seorang guru yang selalu tulus mengajar dan selalu berusaha dengan sungguh-sungguh membuat suasana kelas yang baik untuk murid-muridnya.
Ketika guru itu menjadi wali kelas 5, seorang anak–salah satu murid di kelasnya– selalu berpakaian kotor dan acak-acakan. Anak ini malas, sering terlambat dan selalu mengantuk di kelas. Ketika semua murid yang lain mengacungkan tangan untuk menjawab kuis atau mengeluarkan pendapat, anak ini tak pernah sekalipun mengacungkan tangannya.
Guru itu mencoba berusaha, tapi ternyata tak pernah bisa menyukai anak ini. Dan entah sejak kapan, guru itu pun menjadi benci dan antipati terhadap anak ini. Di raport tengah semester, guru itu pun menulis apa adanya mengenai keburukan anak ini.
Suatu hari, tanpa disengaja, guru itu melihat catatan raport anak ini pada saat kelas 1. Di sana tertulis “Ceria, menyukai teman-temannya, ramah, bisa mengikuti pelajaran dengan baik, masa depannya penuh harapan,”
“..Ini pasti salah, ini pasti catatan raport anak lain….,” pikir guru itu sambil melanjutkan melihat catatan berikutnya raport anak ini.
Di catatan raport kelas 2 tertulis, “Kadang-kadang terlambat karena harus merawat ibunya yang sakit-sakitan,”
Di kelas 3 semester awal, “Sakit ibunya nampaknya semakin parah, mungkin terlalu letih merawat, jadi sering mengantuk di kelas,”
Di kelas 3 semester akhir, “Ibunya meninggal, anak ini sangat sedih terpukul dan kehilangan harapan,”
Di catatan raport kelas 4 tertulis, “Ayahnya seperti kehilangan semangat hidup, kadang-kadang melakukan tindakan kekerasan kepada anak ini,”
Terhentak guru itu oleh rasa pilu yang tiba-tiba menyesakkan dada. Dan tanpa disadari diapun meneteskan air mata, dia mencap memberi label anak ini sebagai pemalas, padahal si anak tengah berjuang bertahan dari nestapa yang begitu dalam…
Terbukalah mata dan hati guru itu. Selesai jam sekolah, guru itu menyapa si anak: “Bu guru kerja sampai sore di sekolah, kamu juga bagaimana kalau belajar mengejar ketinggalan, kalau ada yang gak ngerti nanti Ibu ajarin,”
Untuk pertama kalinya si anak memberikan senyum di wajahnya.
Sejak saat itu, si anak belajar dengan sungguh-sungguh,
prepare dan review dia lakukan dibangkunya di kelasnya.
Guru itu merasakan kebahagian yang tak terkira ketika si anak untuk pertama kalinya mengacungkan tanganya di kelas. Kepercayaan diri si anak kini mulai tumbuh lagi.
Di Kelas 6, guru itu tidak menjadi wali kelas si anak.
Ketika kelulusan tiba, guru itu mendapat selembar kartu dari si anak, di sana tertulis. “Bu guru baik sekali seperti Bunda, Bu guru adalah guru terbaik yang pernah aku temui.”
Enam tahun kemudian, kembali guru itu mendapat sebuah kartu pos dari si anak. Di sana tertulis, “Besok hari kelulusan SMA, Saya sangat bahagia mendapat wali kelas seperti Bu Guru waktu kelas 5 SD. Karena Bu Guru lah, saya bisa kembali belajar dan bersyukur saya mendapat beasiswa sekarang untuk melanjutkan sekolah ke kedokteran.”
Sepuluh tahun berlalu, kembali guru itu mendapatkan sebuah kartu. Di sana tertulis, “Saya menjadi dokter yang mengerti rasa syukur dan mengerti rasa sakit. Saya mengerti rasa syukur karena bertemu dengan Ibu guru dan saya mengerti rasa sakit karena saya pernah dipukul ayah,”
Kartu pos itu diakhiri dengan kalimat, “Saya selalu ingat Ibu guru saya waktu kelas 5. Bu guru seperti dikirim Tuhan untuk menyelamatkan saya ketika saya sedang jatuh waktu itu. Saya sekarang sudah dewasa dan bersyukur bisa sampai menjadi seorang dokter. Tetapi guru terbaik saya adalah guru wali kelas ketika saya kelas 5 SD.”
Setahun kemudian, kartu pos yang datang adalah surat undangan, di sana tertulis satu baris,
“mohon duduk di kursi Bunda di pernikahan saya,”
Guru pun tak kuasa menahan tangis haru dan bahagia.
----------------
Kiriman dari ust.Abdul Halim hafidzahullah
Langganan:
Postingan (Atom)